HUKUM MENGIKIR GIGI
Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Hukum mengikir gigi
Jawaban
Perbuatan ini diharamkan, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Para wanita yang mengikir gigi untuk berhias dan yang merubah ciptaan Allah”
Mengikir gigi merupakan perbuatan yang merubah ciptaan Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan menyibukkan diri dengan perbuatan sia-sia yang tidak ada
manfaatnya, dan hanya membuang-buang waktu yang seharusnya dipergunakan
untuk hal-hal lain yang lebih bermanfaat bagi manusia. Perbuatan
tersebut juga merupakan penipuan dan penggelapan serta menunjukkan
kerdilnya manusia.
[Zinatul Mar’ah, hal. 84]
HUKUM MENGIKIR GIGI UNTUK KEINDAHAN
Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Hukum wanita yang mengikir
giginya untuk keindahan, dengan cara mendinginkan gigi-giginya dengan
pendingin, lalu membuat jarak antara gigi-giginya, hal itu dilakukannya
untuk menambah keindahan.
Jawaban
Diharamkan bagi wanita muslim untuk mengikir gigi-giginya dengan tujuan
memperindah diri, dengan cara mendinginkan gigi-giginya dengan pendingin
sehingga tampak merenggang jarak antara gigi-giginya supaya kelihatan
cantik. Namun apabila terdapat kotoran pada gigi-giginya yang
mengharuskannya mengubahnya, dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran
tersebut, atau karena terdapat ketidaknyamanan yang mengharuskannya
untuk memperbaikinya dengan tujuan untuk menghilangkan ketidaknyamanan
tersebut, maka perbuatan tersebut tidak mengapa, karena hal itu termasuk
dalam berobat dan membuang kotoran, yang hanya bisa dilakukan oleh
daokter spesialis.
[Tanbihat “ala Ahkamin Takhushshu bil Mu’minat, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal 11]
HUKUM MENGIKIR GIGI UNTUK TUJUAN PENGOBATAN
Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Hukum mengikir gigi untuk pengobatan dan menghilangkan kekurangan
Jawaban
Mengubah gigi untuk tujuan memperindahnya dan untuk menampakkan
ketajamannya adalah perbuatan haram. Namun apabila untuk tujuan
pengobatan, maka tidak mengapa. Jika tumbuh gigi pada wanita yang
menyusahkannya, maka diperbolehkan untuk mencabutnya karena gigi
tersebut merusak pemandangan dan menyulitkannya dalam makan, sedangkan
membuang aib (kekurangan) diperbolehkan menurut syari’at. Demikian pula
apabila terdapat kelainan yang memerlukan pengobatan, maka
diperbolehkan.
[Ziantul Mar’ah, Syaikh Abdullah Al-Fauzan hal. 85]
MELURUSKAN GIGI DAN MENDEKATKAN ANTARA GIGI-GIGI
Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Bolehkah meluruskan gigi
dan mendekatkan antara gigi-gigi hingga tidak tampak terpisah-pisah?
Jawaban
Bila memang diperlukan, misalnya ada kelainan yang harus diperbaiki, maka hukumnya diperbolehkan.
Namun apabila tidak diperlukan, maka hukumnya tidak boleh. Bahkan
terdapat larangan untuk mengubah gigi dan mengikirnya untuk keindahan,
beserta ancaman bagi pelakunya, karena perbuatan tersebut termasuk
sia-sia dan mengubah ciptaan Allah.
Jika hal itu untuk pengobatan atau untuk membuang kelainan,atau untuk
kebutuhan, misalnya seseorang tidak bisa makan dengan baik kecuali
dengan mngubah gigi-giginya, maka hal tersebut diperbolehkan.
[Kitabul Muntaqa Min Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, Juz 7, hal. 3223-324]
HUKUM MEMAKAI SOFT LENS UNTUK MENGHIAS DIRI DAN MENGINGKUTI MODE
Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Bagaimana hukum memakai
soft lens dengan alasan menghias diri atau mengikuti mode, dimana harga
lensa (kaca) matanya tidak kurang dari 700 riyal?
Jawaban
Memakai soft lens dengan alasan karena adanya suatu kebutuhan maka hal itu tidak menjadi masalah.
Adapun memakainya tanpa adanya suatu kebutuhan maka meninggalkannya
tentunya lebih baik. Terlebih jika harganya itu cukup mahal, karena hal
itu termasuk sikap berlebihan yang diharamkan dan dikhawatirkan
didalamnya terjadi penipuan dan pemalsuan, karena secara hakiki
pandangan matanya masih normal sehingga tidak membutuhkan itu.
[Al-Muntaqa 3/177]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Maratil Muslimah, edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan,
Penerjemah Zaenal Abidin Syamsuddin, Penerbit Darul Haq]