Teacher’s Belief of Mathematics About a Math, Learning Math, and Teaching Math
A. Pendahuluan
Keyakianan seorang guru merupakan modal utama untuk menjalani profesinya. Dalam hal ini, keyakinan yang diharapkan dimiliki seorang guru adalah keyakinan terhadap bidang keahliannya, keyakinan mempelajarinya, dan keyakinan dalam mengajarkannya. Sebab dengan keyakinan ini, seorang guru akan termotivasi untuk meningkatkan kompetensi dan menyadari bahwa menjadi seorang guru bukan sebatas mentransfer ilmu namun lebih dari itu, sebagaimana yang tercantum dalam UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Podomi, Pivi Alpia, dkk (2012) mengtakan bahwa Guru yang sukses mengetahui alasan mereka ingin mengajar. Mereka meneliti motif mereka secara hati-hati, dan mereka memahami, alasan mereka pada awalnya tidak yakin untuk memilih mengajar sebagai profesi. Namun seseorang yang terjun di dunia mengajar ternyata diperhadapkan dengan masalah-masalah yang sering menjadi problematika buat dirinya di saat ternyata apa yang menjadi alasan di atas tidak sesuai atau sejalan dengan kenyataan yang terjadi bahkan lebih kompleks dari itu.
Lebih spesifik lagi dalam bidang pendidikan matematika atau proses pembelajaran matematika, seorang guru matematika khususnya harus memiliki keyakinan dalam bidang matematika, setidaknya memiliki tiga keyakinan, yaitu : keykinan hakikat matematika, keyakinan belajar matematika dan keyakinan mengajar matematika.
National Council of Teaching Mathematics (2000) merumuskan tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah: (1) komunikasi matematis; (2) penalaran matematis; (3) pemecahan masalah; (4) koneksi matematis; dan (5) representasi matematis. Kelima hal tersebut oleh NCTM dikenal dengan standar proses daya matematik (mathematical power procces standards ).
Menurut Alfred North W (dalam Jujun S.S :190), matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Guru harus menguasai bergam perspektif dan strategi, dan harus bisa meng aplikasikannya secara fleksibel. Hal ini membutuhkan dua hal utama : (1) pengetahuan dan keahlian profesional, dan (2) komitmen dan motivasi. Guru yang efektif memiliki strategi pengajaran yang baik dan didukung oleh metode penetapan tujuan, rancangan pengajaran, dan manajemen kelas. Mereka tahu bagaimana memotivasi, berkomunikasi, dan berhubungansecara efektif dengan murid-murid dari beragam latar belakang kulutural (Santrock, 2008).
Menjadi guru yang efektif juga membutuhkan komitmen dan motivasi karena dapat membantu guru yang efektif untuk melewati masa-masa yang sulit dan melelahkan dalam mengajar. Guru yang efektif juga punya kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka dan tidak akan membiarkan emosi negatif melunturkan motivasi mereka.
B. Keyakinan guru terhadap matematika
Keyakinan guru terhadap matematika merupakan keyakinan secara sadar yang tertanam dalam lubuk hati mengenai konsep-konsep, makna, aturan-aturan, gambaran mental dan preferensi dalam disiplin ilmu matematika (Thompson, 1992, h.132) dan juga termasuk hal-hal yang dipertimbangkan seorang guru untuk mencapai tujuan yang diinginkannya melalui program matematika, perannya dalam pembelajaran, peranan siswa, perkiraan aktivititas di dalam kelas, pendekatan dan penekanan pembelajaran yang diinginkan, prosedur matematika yang legitimate dan hasil yang dapat diterima dalam pembelajaran matematika.
Menurut Ernest (1988) keyakinan guru tentang matematika dapat dibedakan ke dalam tiga pandangan, yaitu:
1) Pandangan problem solving, memandang matematika sebagai sesuatu yang dinamik, yaitu ruang penciptaan dan penemuan manusia yang berkembang secara terus menerus di mana pola-pola dimunculkan dan kemudian disaring menjadi pengetahuan.
2) Pandangan Platonis, memandang matematika sebagai sesuatu yang statik tetapi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang terpadu, bidang tentang struktur dan kebenaran yang saling terkait dengan kuat, satu sama lain terikat oleh logika dan makna. Matematika adalah ditemukan, bukan diciptakan, dan
3) Pandangan Instrumentalis, memandang matematika seperti sejumlah peralatan yang terbuat dari himpunan-himpunan fakta, aturan, dan keterampilan; untuk digunakan dengan cekatan oleh pekerja tangan yang terlatih dalam menyelesaikan berbagai pekerjaan.
Menurut Jeanne Ellis Ormrod 2009 (dalam Podomi, Pivi Alpia, dkk : 2012) : keyakinan seorang guru terhadap kemampuannya sendiri dalam membantu siswa di dalam proses pembelajaran disebut sebagai self efficacy guru.
Guru harus memiliki self efficacy yang tinggi akan kemampuan dalam membantu para siswa sukses. Siswa lebih mungkin meraih level yang tinggi, jika guru memiliki keyakinan dapat membantu siswa menguasai berbagai topik di kelas. Keyakinan guru-guru akan kemampuan mereka bisa juga berbentuk self efficacy kolektif, yaitu ketika guru, sebagai kelompok, yakin bahwa mereka bisa memberikan sumbangan yang berarti bagi prestasi anak didiknya. Hal ini akan berdampak pada para siswa, sehingga siswa pun akan ikut memiliki self efficacy yang tinggi pula untuk membangkitkan motivasi siswa dalam mencapai level kesuksesan yang lebih tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan self efficacy:
1. Keberhasilan dan kegagalan pembelajar sebelumnya.
2. Pesan yang disampaikan orang lain
3. Keberhasilan dan kegagalan orang lain
4. Keberhasilan dan kegagalan dalam kelompok yang lebih besar
Ketika guru memiliki self efficacy yang tinggi mengenai keefektifan mereka di kelas, guru mempengaruhi prestasi siswa dalam beberapa hal :
l Guru lebih bersedia mencoba strategi-strategi mengajar yang baru yang membantu siswa belajar lebih baik
l Guru memiliki ekspektasi yang lebih tinggi akan performa siswa, dan karena itu menetapkan standar performa yang lebih tinggi pula
l Guru mengerahkan usaha yang lebih besar dalam pengajaran mereka dan lebih gigih (persistent) membantu siswa belajar.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa self efficacy guru mempengaruhi pilihan kegiatan, tujuan, usaha dan persistensi mereka. Selain masalah keyakinan guru terhadap profesinya, yang mempengaruhi proses pembelajaran di kelas yang berhubungan dengan keyakinan guru adalah keyakinan guru terhadap matematika itu sendiri, baik konsep maupun proses pembelajarannya.
C. Keyakinan guru dalam pembelajaran matematika
Ada dua filosofi besar yang mempengaruhi guru dalam proses pembelajaran yaitu filosofi absolutis dan filosofi fallibilist (Toumasis; 320;1997). Teori mengajar dalam pandangan absolutis; guru Mengajarkan konsep, teorema, pembuktian, koreksi; Guru mengajarkan pendekatan materi dari buku; Hubungan guru dan siswa otoriter; dan Guru memberi tekanan dalam praktek keterampilan, kerja keras, kedisiplinan, dan latihan soal yang terus menerus. Sedangakan teori mengajar dalam pandangan fallibilis Guru memberi dorongan, fasilitas dan perencanaan dan stuktur eksplorasi; Guru adalah manager dalam sumber pembelajaran dan fasilitator dalam membentuk konsep; Diskusi antar siswa dan siswa dengan guru; dan Guru membutuhkan banyak waktu dalam menciptakan dan keaktifan belajar, membimbing, menanya, klasifikasi dan mendengarkan.
Ditinjau dari 2 filosofi yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran, Faham Falibilist lebih mendekati Standar Proses yang diharapkan pada permendikbud no 65 tahun 2013. Pada kenyataan riil dilapangan, kedua paham tersebut digunakan oleh guru dalam mengajar. Bukan hal instan menuntut guru yang terbiasa mengaplikasikan paham absolutis untuk mengaplikasikan paham falibilis dalam mengajar atau sebaliknya..
Menurut shadiq “Proses pembelajaran matematika di kelas akan sangat ditentukan oleh pandangan seorang guru beserta keyakinannya (beliefs) terhadap pendidikan matematika itu sendiri (edumat,2010 hal 129)”, Menurut Leong, at all dalam penelitian Polya (1962) mengatakan “Jika guru merasa bosan dengan apa yang dia ajarkan, pasti siswanya akan merasa juga”. Sangat terlihat disini peranan guru dalam membawa arah proses pembelajaran sangat berpengaruh.
Dalam buku Teaching Secondary Scool Mathematics, Dari hasil penelitian Malone (2005) menyimpulkan bahwa keyakinan guru matematika berdampak pada praktek pembelajaran dikelas, dilihat dari mengajarnya, pembelajarannya, penilaiannya dan bisa dilihat dari potensi siswa, kemampuan dan watak.
Terdapat lima kelompok standar proses antara lain pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, koneksi, dan representasi. Lima kelompok inilah yang akan dibangun guru melalui keyakinannya dalam proses pembelajaran. Bukan sebuah proses instan memadukan lima kelompok standar proses tersebut bagi guru, banyak hal yang mempengaruhi keyakinan guru antara lain pengalamannya, norma yang ada dilingkungan, kepribadian guru, kondisi kelas, dan pola pendidikan di keluarga. Lalu untuk mencapai itu dibutuhkan kompetensi guru yaitu :
Dalam makalah yang bersifat teoritis yang didasarkan atas temuan empirik dalam penelitian keyakinan guru, Ernest (1988) mencatat bahwa diantara elemen kunci yang mempengaruhi praktek pengajaran matematika, ada tiga yang perlu dicatat, yaitu:
1. Mental konten atau skema guru, khususnya sistem keyakinan yang terkait dengan kepedulian terhadap matematika, pengajarannya dan pembelajarannya.
2. Hubungan sosial dalam situasi pembelajaran, khususnya hambatan dan peluang yang ada
3. Tingkatan guru dalam proses berpikir dan refleksi.
Sebagian besar guru di Indonesia masih memiliki pandangan Platonis ataupun pandangan instrumental dalam keyakinannya terhadap matematika dan pembelajaran matematika. Tentunya, karena keyakinan yang dimiliki para guru tersebut akan berakibat pada proses pembelajaran yang dilakukan (Podomi, Pivi Alpia, dkk : 2012).
D. Kesimpulan
Keyakinan guru terhadap matematika dan penguasaan isi materi diharapkan akan dapat membantu proses pembelajaran matematika yang lebih efektif, efisien dan sesuai dengan tuntutan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Podomi, Pivi Alpia, Ginanjar A., & Yandri S. (2012). Keyakinan Guru Terhadap Matematika Dan Profesi. Prosiding. ISBN : 978-979-16353-8-7
Depdiknas. 2006. Standar Isi, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 22 Tahun 2006. Jakarta.
NCTM. (2000). Principles and standars for school mathematics. Reston : NCTM
Suriasumantri, Jujun S. (2010). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Santrock, John W. (2008). Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta: Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar